karena bentuk
memiliki penyelesaian . Namun saya tetap kagum dengan nalar dan intuisinya dalam menarik hubungan matematis (walaupun salah, itu bisa diatur).
Pada pagi hari sebelum kami berangkat, saya baru sadar bahwa gerbang SMA di kunci, maka saya pergi bertemu dengan Rafael di sebuah tempat makan yang terletak tidak jauh dari sekolah. Selanjutnya setelah guru kami mengatakan gerbang belakang SMA dibuka, kami langsung ke sana. Namun saya secara tidak sengaja meninggalkan plastik berisi makanan di tempat makan itu. Untungnya ketemu. Siangnya, kami menyempatkan diri berfoto bersama. Saya dan Thomas berangkat pakai mobil Bu Wiwik, guru Kimia kelasku (juga ada anaknya, tapi lupa namanya siapa). Selama perjalanan yang menegangkan (saya jarang naik kendaraan yang berani nyalip kendaraan yang lagi mau nyalip kendaraan lain, seakaan tidak takut dengan kemungkinan berciuman berkecepatan tinggi dengan kendaraan arah berlawanan). Setidaknya asinan apel yang ditawarkan sangat enak.
Sesampainya kami di guest house, saya sadar beberapa sudah yang menunggu, sedangkan yang lain belum (kena jalan buntu, thanks to Google Maps). Saya sekamar dengan Thomas. Sesi makan malam berjalan menarik, karena beberapa anak bermain kartu, beberapa anak membawa kertas, beberapa anak ngerjakan soal kalkulus lewat HP, juga karena beberapa anak tidak memesan nasi goreng ayam dan es teh. Selanjutnya saya dan beberapa teman yang lain belajar, sedangkan yang lain tidur.
Keesokkan paginya, setelah bersiap siap, kami berangkat ke tempat lomba. Sepertinya, nasihat guru untuk tampil “Stay, Calm, but Killing” tidak dihiraukan. Kami bersikap santai, masuk, menunggu sampai jam 10.30 (banyak sambutan, tetapi karena suara yang bergema, tidak ada yang bermakna). Karena yakin bahwa Tuhan membantu, saya dapat mengerjakan banyak soal di sesi I, tidur di kursi ketika masa istirahat, lanjut mengerjakan di sesi II. Setelah sesi II selesai, saya meluapkannya dengan menerbangkan pesawat kertas ke tengah GOR.
Perjalanan pulang berjalan sama dramatisnya dengan saat berangkat, yang membedakannya adalah fakta bahwa: itu malam hari. Saya dijemput oleh Ayah di DOME, yang selanjutnya mengantar saya ke tempat Bu Rita yang sedang mengadakan… lupa, hehe. Namun itu sesuatu tentang “misa peringatan arwah”.
Sesuai dengan judulnya, sebenarnya banyak hal yang lupa ditulis disini, meninggalkan lubang-lubang yang membuat bingung. Namun tentu saja, untuk apa memperdulikan detail itu, toh sudah tersimpan dalam bentuk foto dan video di Google Photo 😏. Lalu, apa yang dapat dimaknai selama dua hari + banyak hari-hari persiapan ini? Secara klise, jawabannya adalah “Banyak”. Selama sesi latihan, sikap optimisme, daya tahan, kesabaran, kejujuran (ketika tes, maupun saat ngga bisa ngerjain), ketelitian, daya ingat, nalar, intuisi, dan kemampuan berpikir objektif dalam pengambilan kesimpulan. Hal sosial seperti kerja sama dalam pemecahan masalah, sopan santun, dan saling membantu juga patut diperhitungkan (yang dapat disimpulkan dalam kata “kekeluargaan”). dan lebih dari apa yang ditemui selama sesi latihan, selama lomba saya menyadari rasa takut, ketangkasan dan kepercayaan saya kepada Tuhan.
Sungguh, pengalaman yang menarik.